6 bulan setelah dinyatakan sehat. Setelah aku lepas dari Psikiater. Terakhir yang kuinginkan hanyalah lupa. Lupa atas segala yang pernah terjadi. Tidak peduli masih berbekas, yang penting aku bisa lupa.
Tok..Tok..Tok..
Seseorang mengetuk pintu apartemenku dengan keras dan terdengar terburu-buru.
"Gwen, kenapa kamu lari?"
"Kamu....?"
"Aku Stevano, Gwen..!"
"Tidak...Kamu sudah mati!"
"Aku masih hidup. Lihat aku"
"TIDAAAAK! Kamu berbohong."
"AKU MASIH HIDUP!"
"KAMU SUDAH MATI! MATI! MATI!"
"Sepengecutnya kah kau, Gwen? Menganggapku sudah mati?"
"Iya. Aku pengecut. Aku pengecut karena tidak memiliki keberanian untuk membunuhmu saat itu."
"Bunuh aku sekarang kalau kamu mau, Gwen!"
"Tidak. Karena bagiku kamu sudah lebih dulu mati!!!!"
Kubanting pintu apartemen sekuat-kuatnya dan kuputar kunci sebanyak dua kali. Aku begitu lemah, hingga bersandar dibalik pintu lalu terduduk dibawahnya. Kusembunyikan wajahku dengan memeluk kedua lututku.
"Tolong, lindungi aku dari orang itu. Dia mengaku-ngaku sebagai Stevano. Stevano sudah mati." Ucapku dengan derai air mata.
Dia. sudah. lama. mati.